Hadis Mardud (Dhaif) Dari Segi Cacatnya Rawi -Bag. 2

Hadis dhaif atau mardud: majhul, mukhalifah ats tsiqah

  

Hadis dhaif atau mardud cacatnya rawi
Berikut ini lanjutan mengenai hadis mardud dari segi tercelanya rawi.

6. Majhul (المجهول)

Yaitu hadis yang tercela rawinya disebabkan tidak dikenali, baik nama maupun identitasnya. Sebab majhulnya antara lain terlalu banyaknya sifat rawi (baik laqab, kunyah, sifat, profesi, dan nasab), terlalu sedikit meriwayatkan hadits, serta tidak jelas namanya.

Bila tidak dikenal orangnya maka disebut majhul 'ain, bila tidak dikenal identitasnya disebut majhul hal.

Contoh hadis majhul seperti hadis 'Uqaily dari Anas sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian mandi dengan air yang dipanaskan dengan terik matahari karena bisa mendatangkan penyakit kusta."

Pada sanadnya terdapat rawi bernama Sawadah, dan ia adalah majhul 'ain.

Keterangan: rawi yang tidak jelas namanya disebut juga mubham. Hadis mubham tidak bisa diterima sekalipun orang itu oleh seorang rawi dikatakan tsiqah, karena bisa jadi menurutnya tsiqah namun tercela menurut yang lain.

7. Mukhalifah ats-Tsiqah (مخالفة الثقة)

Yaitu hadis yang tercela rawinya disebabkan menyalahi riwayat yang lebih kuat (tsiqah), berikut macam-macamnya.

Pertama, jika menyalahinya disebabkan ada perubahan atau perbedaan dalam urutan sanadnya, maka hadisnya disebut mudraj (المدرج). Mudraj terbagi dua: mudraj isnad dan mudraj matan.
Contohnya hadits Aisyah dalam kitab Bad'u al-Wahyi:
كان النبيّ صَلَى اْللّٰهُ عَلَيْه وَسَلَم يتحنث و هو التعبد الليالى ذوات العدد
Lafadz و هو التعبد merupakan sisipan dari az-Zuhri.
Cara mengetahui mudraj: terdapat rincian pada riwayat lain, ada penegasan dari sebagian Imam yang suka menelaah hadis, dan pengakuan dari rawi sendiri bahwa ia telah menyisipkan suatu ucapan, serta ketidakmungkinan seorang nabi melakukan hal itu.
Adapun yang mendorong terjadinya mudraj adalah menjelaskan hukum syar'i, mengistinbath hukum syar'i dari suatu hadis sebelum hadis itu selesai, serta menjelaskan lafadz mufradat yang asing dalan hadits.

Kedua, jika terdapat hadis yang terbalik dalam sanadnya dengan mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka hadisnya disebut maqlub (المقلوب).
Contohnya tertukar nama antara Anas bin Malil atau Malik bin Anas. Maqlub bisa terjadi dalam sanad, bisa pula dalam matan.

Ketiga, jika terdapat tambahan rawi dalam sanadnya, maka hadisnya disebut al-mazid fi muttashil al-isnad. 
Penambahan tersebut bisa diterima, bisa pula ditolak. Bila memenuhi syarat: tambahan tidak lebih kuat dari yang tidak pakai tambahan, dan dalam tambahan tersebut menggunakan hadatsana atau sami'tu. Hadis yang memenuhi dua syarat ini tertolak.

Keempat, jika terdapat kesalahan dalam penyebutan rawi atau kesalahan dalam matan sanadnya, maka hadisnya disebut mudhtarib. Yakni terdapat beberaoa riwayat yang berbeda dari sumber yang sama (sama-sama kuat) sehingga sulit dilakukan tarjih.
Contohnya hadis tentang membaca basmalah dalam al-fatihah. Ada hadis yang menyatakan tidak membaca basmalah, ada yang menyatakan basmalah dengan sir, ada juga yang menyatakan membaca basmalah dengan jahar. Semuanya sama-sama bersumber dari Anas bin Malik.

Kelima, jika terdapat perbedaan dalam titik, maka hadisnya disebut mushahhaf. Maksudnya adalah kesalahan dalam menulis titik yang bentuk hurufnya sama.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena dulunya penulisan alquran tanpa titik dan syakal.
Contoh mushahhaf yang terjadi dalam sanad: مَرَاجِمَ ditulis مَزَاحِمَ, atau dalam matan seperti سِتًّا ditulis شَيْئًا.

Keenam, jika terdapat perbedaan dalam syakal, maka hadisnya disebut muharraf. Contohnya seperti اِبْنُ مَعِيْنِ ditulis اِبْنُ مُعِيْنَ. 


Demikian mengenai hadis mardud dari segi rawi yang cacat dan tercela.

Wallah a'lam