Biasanya hal diartikan 'dalam keadaan' atau 'sambil' sebagai jawaban dari pertanyaan 'bagaimana'.
Contoh:
صَلَّى الْوَلَدُ جَالِسًا
"Seorang anak lelaki shalat sambil duduk"
Syarat Hal
Adapun syarat hal wajib dalam keadaan nakirah, sedangkan shahibul hal (lafadz yang terletak sebelum hal) wajib ma'rifat.
Dari contoh di atas, الولد sebagai shahibul hal, dan جالسا sebagai hal.
Terdapat kaidah sebagai berikut:
1. Setiap jumlah (dalam bahasa Indonesia: kalimat sempurna) yang terletak setelah nakirah, maka ia sebagai sifat. Contoh:
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
"Atau anak shaleh yang mendoakannya"
Dari contoh di atas, ولد صالح sebagai jumlah yang dalam keadaan nakirah, maka setelahnya (يدعو له) berkedudukan sebagai sifat.
2. Setiap jumlah yang terletak setelah ma'rifat, maka ia sebagai hal. Contoh:
جَاءَ الْوَلَدُ يَبْكِى
"Seorang anak laki-laki telah datang sambil menangis"
Dari contoh di atas, jumlah sebelumnya dalam keadaan ma'rifat, maka lafadz setelahnya (يبكى) berkedudukan sebagai hal.
Pembagian Hal
Hal terbagi menjadi dua macam: mufradah dan murakkabah.
1. Mufradah (مفردة)
Yaitu hal yang lafadznya hanya satu. Contoh:
صَلَّى الْوَلَدُ جَالِسًا
"Seorang anak laki-laki shalat sambil duduk"
Hal dari contoh di atas hanya ada satu, yaitu جَالِسًا.
2. Murakkabah (مركبة)
Yaitu hal yang lafadznya lebih dari satu.
Contoh:
جَاءَ الْوَلَدُ يَبْكِى
"Seorang anak laki-laki datang sambil menangis"
Dari contoh ini lafadz halnya lebih dari satu. Lafadz يبكى merupakan bentuk jumlah fi'liyyah (gabungan dari fiil dan fail dhamir mustatir هو).
Contoh lainnya:
لَا تَشْرَبْ وَ أَنْتَ قَائِمٌ
"Janganlah engkau minum sambil berdiri"
Dari contoh di atas, lafadz halnya lebih dari satu. Lafadz و أنت قائم merupakan gabungan dari huruf wau dan jumlah ismiyyah.
Untuk hal murakkabah ini banyak sekali contohnya dalam alquran. Contohnya seperti ayat berikut:
لا تقربو الصلوة و أنتم سكارى
Ketentuan-ketentuan Hal
1. Pada umumnya, hal dibentuk dari isim fail atau isim maful.
2. Hal biasanya diterjemahkan 'sambil' atau 'dalam keadaan'.
3. Hal terdiri dari isim nakirah, sedangkan shahibul hal harus isim ma'rifat.
4. Jika keduanya nakirah atau ma'rifat, maka keduanya menjadi sifat. Contoh:
لَا تَشْرَبْ مَاءً حَارًّا
لَا تَشْرَبْ الْمَاءَ الْحَارَّ
5. Hal harus mengikuti shahibul hal nya dalam:
a. Mudzakar atau muanatsnya
b. Mufrad, mutsana, dan jamanya
Contoh:
-Mudzakar: صلى الولد جالسا
-Muanats: صلت البنت جالسة
-Mufrad: صلى الولد جالسا
-Mutsana: صلى الولدان جالسين
-Jama': صلى الأولاد جالسين